Ramadhan Bulan Kebebasan bagian 2

Bulan Bebas
Ramadhan Bulan Kebebasan Bagian 2

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah, saya selaku pemilik blog ini akan meneruskan kembali Artikel Keistimewaan dan Hikmah Ramadhan(KdHR), oke langsung ke topik.

Baiklah, kalau masih ada orang mengatakan bahwa mengurangi makan dalam arti puasa itu menghalangi kemajuan, maka hendaknya diketahui bahwa kemajuan yang diharapkan itu, kalau tidak diberi batas, akhirnya akan terbatas juga. Hidup yang tidak terbatas, pasti akan dibatasi juga kelaknya dengan cara terpaksa. Banyak di zaman modern ini hidup manusia serba mewah mendapat "polusi" pula. Datanglah berbagai macam penyakit menyerangnya yang menyebabkan makanan itu harus dibatasi.

Puasa tidak menghambat aktivitas kehidupan, malahan justru mempertinggi kualitasnya. Yang wajib mengerjakan puasa ialah orang sehat jasmaninya dan hidup tentram dalam rumah-tangganya. Sedang orang sakit atau yang sedang dalam perjalanan, boleh menggantinya di lain hari. Orang tua yang telah papa, atau orang yang sakit berlarut-larut, bahkan para pekerja berat boleh tidak berpuasa dan tidak usah mengganti di lain hari, akan tetapi cukup dengan membayar fidyah.

Bagi orang sehat yang tidak dalam perjalanan adalah wajar kalau ada peraturan yang mengatur cara hidupnya. Sebulan dalam satu tahun menahan diri dari keterlaluan banyak makan dan mencari makan. Bukanlah soal mencari makan ini penyebab perlombaan dunia? Bangsa yang kuat dan super akan mencengkram kuku-kuku pengaruhnya di tanah-tanah yang ingin dikuasainya? Bukankah nafsu manusia itu tidak pernah puas dan tak kenal batas, padahal (mau atau tidak) hidupnya sendiri akan dan pasti terbatas pula? Tidaklah perebutan pengaruh, perluasan kekuasaan (expantie) berpokok pangkal dari kerakusan memperebutkan rizqi? Bukankah perkelahian manusia sejak manusia ada, dulu ataupun sekarang tidak lain adalah soal perebutan mencari makan? Maka dalam konteks ilmiah, penulis melihat kebenaran apa yang dikatakan oleh Heinrich Karl Marx bahwa soal kedamaian dunia ini terletak pada soal perut. Apabila setiap perut telah kenyang dengan senang, barulah dunia ini damai. Semua kekacauan itu berawal dari sifat loba dan tamaknya manusia akan kekayaan. Kalau nafsu loba manusia itu tidak diberi batasan dalam jiwa manusia itu sendiri, maka akan bertambah loba.

Alangkah bijaksananya Allah SWT, Tuhan Pengatur alam raya yang telah mewajibkan puasa terhadap hamba-hambanya. Sekali dalam setahun, menurut ajaran Islam, tiap-tiap manusia (muslim) harus diinsafkan bahwa hidup ini bukanlah semata-mata buat makan. Benarlah pameo yang mengatakan hidup bukan hanya untuk makan, akan tetapi makan hanya sekedar untuk hidup.

Kalau cuma makan yang dipikirkan, maka budi manusia akan kasar, dan kekasaran sifat itu pasti menimbulkan penyakit lainnya, seperti dengki, hasut, khianat, dendam, dan segala sifat hayawani. Manusia yang didalam jiwanya mengidap penyakit-penyakit tersebut, makan akan kejam, sadis bahkan lebih kejam dari binatang.

Sungguh puasa merupakan suatu institut, lembaga pendidikan watak manusia. Mendidik karakter manusia agar bebas dari kungkungan nafsu adat kebiasaan sehari-hari, sekaligus menanam rasa disiplin yang tinggi untuk patuh terhadap peraturan-peraturan yang menata hidup dan kehidupan.

Berkata Syekh As-Shufil Kabir, Ahmad bin Khadrawiyah :
fil hurriyyati tamaamul 'ubuudiyyati wa fii tahqiiqil 'ubuudiyyati tamaamul hurriyyati.

Yang Artinya : Di dalam kemerdekaan (jiwa) sempurnalah peribadatan, dan hakekat dari peribadatan adalah puncak kemerdekaan.


Cukup sampai disini saja, lain kali diteruskan lagi. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Komentar

Postingan Populer